Pengaruh keasaman tubuh
terhadap kesehatan merupakan indikator terbesar yang menentukan apakah tubuh
kita sehat ataukah rentan terhadap penyakit. Tubuh yang basa [alkalin] sebagai
kebalikan dari tubuh yang asam merupakan kondisi tubuh yang sehat sedangkan
tubuh yang asam merupakan kondisi yang sakit atau rentan terhadap penyakit.
Kondisi Basa dapat dinyatakan dengan ukuran keasaman pH 7.0 -8.0 sedangkan
tubuh asam dinyatakan dengan pH dibawah 7.0. Sebagai contoh, tubuh bayi yang
baru lahir akan memiliki pH 8.0 sedangkan pasien kanker umumnya memiliki pH
3.5. Orang dewasa yang sehat akan memiliki pH 7.0 - 7.5.
Pada umumnya kondisi
tubuh yang lebih asam dapat memicu terjadinya penyakit dan bukan sebaliknya.
Namun setelah penyakit terjadi, tubuh dapat menjadi lebih asam lagi akibat
penyakit yang tidak diobati dengan baik dan pada saat ini akan terjadi
lingkaran setan yang tidak putus putusnya hingga pasien meninggal.
Mengapa tubuh dapat
menjadi asam dan bagaimana mencegahnya? Ini dapat terjadi karena kita
mengonsumsi makanan yang “membentuk asam” lebih banyak daripada makanan yang “membentuk
basa”. Istilah “pembentuk asam” tidak sama artinya dengan “asam”. Ini perlu
diperhatikan untuk tidak menimbulkan kekeliruan. Jeruk nipis adalah makanan
yang sangat asam, namun ia membentuk kondisi basa pada tubuh dan sebaliknya
susu yang telah di pasteurized atau susu UHT adalah jenis makanan yang basa,
namun akan menimbulkan kondisi asam bagi tubuh [susu segar tanpa olah akan
tetap memberikan kondisi basa pada tubuh]. Kesimpulannya adalah bahwa makanan
yang kita konsumsi merupakan faktor terbesar bagi keasaman tubuh kita [selain
faktor2 lain yang sekunder yang tidak akan diulas pada artikel ini].
Untuk mencegahnya maka
manusia sebaiknya mengetahui jenis makanan apa yang dapat dikonsumsinya. Secara
garis besar, untuk menjadi sehat sebaiknya kita mengonsumsi makanan “pembentuk
basa” sebesar minimal 75% dan makanan “pembentuk asam” sebesar maksimal 25%.
Untuk penderita penyakit berat, jumlah prosentase makanan “pembentuk basa” ini
perlu dinaikkan. Sebagai contoh, pasien penyakit kanker direkomendasikan untuk
memakan 100% makanan “pembentuk basa” dan berpantang makanan “pembentuk asam”.
Makanan “pembentuk asam”
umumnya didominasi oleh makanan dari protein hewani seperti daging, ikan, susu,
telur dan olahannya, juga alcohol. Makanan “pembentuk basa” umunya terdiri dari
semua jenis sayuran, buah2an, biji2an dan padi2an yang belum diolah. Makanan
olahan umumnya merupakan makanan “pembentuk asam’ walaupun misalkan dibuat
dengan bahan dasar sayuran atau buah. Didalam prosesnya sifat dasar bahan
makanan diubah dan juga ditambah dengan sejumlah bahan lain, bahan kimia,
pengawet, pemanis, pewarna yang pada akhirnya menyebabkan makanan tadi menjadi
“pembuat asam”.
Bagaimana cara untuk
mengetahui bahwa tubuh anda asam atau basa? Sangat mudah sekali. Anda hanya perlu
melakukan test pada air ludah anda pada kertas Lakmus [litmus paper]. Gunakan
kertas lakmus yang memiliki setidaknya pH diantara 4.0 - 8.0 dan memberikan
warna berbeda untuk setiap perubahan pH 0.5 - 1.0. Sebelum memeriksa ludah
anda, bersihkan mulut dengan cara mengumpulkan ludah didalam mulut dan buang
dan lakukan 2 kali berturut turut. Pada kali ketiga, ambil ludah anda dan
sapukan pada kertas lakmus dan anda mencocokkan warnanya dengan standar warna
yang diberikan [biru. hijau, kuning, dst]. Kertas lakmus dapat diperoleh di
apotik maupun di toko kimia.
Pemahaman atas keasaman
tubuh ini tidak dimiliki oleh ilmuan kesehatan dan praktisi kesehatan orthodoks
[yang anehnya juga disebut modern atau mainstream], sehingga para praktisi
kesehatan jarang yang dapat menerangkan masalah ini maupun masalah nutrisi pada
masyarakat. Untuk praktisi dunia kesehatan “alternatif”, masalah keasaman tubuh
menjadi hal yang sangat penting dan sentral didalam pengobatan alternatif.
Banyak sekali penyakit yang dapat diobati hanya dengan merubah asupan makan
[diet] anda agar badan menjadi lebih basa dan mampu menyembuhkan penyakit tanpa
pengobatan tambahan. Makanan pada akhirnya bukan menjadi sekedar pemberi
nutrisi, namun menjadi obat. Sama seperti 4 abad yang lalu ketika Bapak
Pengobatan Socrates mengatakan “Biarlah makanan menjadi obat……”
Catatan: Artikel ini adalah salah satu dari sebagaian artikel yang
ditulis untuk memberikan informasi kesehatan bagi masyarakat. Informasi
dihimpun dari berbagai artikel dan jurnal kesehatan dan informasi sejenis dapat
diperoleh pada publikasi lain pada media internet atau media lain. Bila pembaca
ingin mendapatkan artikel pendukung atau sejenis dapat menghubungi penulis.
Sejumlah topik mungkin dirasakan sangat kontroversial dan mengganggu kenyamanan
praktisi kesehatan maupun Pabrik Farmasi dan untuk hal2 yang perlu diulas dapat
dilakukan pada Blog ini secara sehat.
No comments:
Post a Comment